Senin, 22 Oktober 2007

untuk kuntum demokrasi

dada busung terbungkus asap militer
jejak tegas meremukkan tulang
tikaman terlihat pada jemari kasar sang junta
daun2 mengeletup tak peduli arus

kata: ingin BEBAS…
pada ukiran nisan tengkorak abu2
terbias peluh, bulir, kristal membeku
pekat pengorbanan menagalir, berlari mengejar
ke samudra


demokrasi: akankah?


Mimpi Buruk Than Swe

Kekerasan junta militer Myanmar seakan menjadi sebuah tamparan panas bagi dunia. Bagaimana mungkin Negara asal Sekjen PBB dimasa silam menjadi bergejolak seperti ini? Apakah demokrasi adalah sesuatu yang dianggap tabu dan kedamaian seolah bunga tidur belaka?
Barisan biksu jubah merah seakan tak mempedulikan jiwa, menanti di depan singgasana Than Swe yang tetap bersikeras dalam pendiriannya. Linangan air mata mengalir bersama bulir pekat merah bukan rintangan bagi rakyat menuntut kebebasan. Pengawasan yang dilakukan junta militer telah memenjarakan seluruh aspek kehidupan ruang gerak rakyat sipil.
Kekuatan media massa yang harusnya menjadi senjata ampuh untuk melawan sang penguasa juga tak elak dikontrol. Bagi masyarakat setempat yang mencoba melakukan orasi pembangkangan pastinya menjadi duri dalam daging bagi pemerintah, tak segan untuk disingkirkan melalui serangkaian siksaan.
Melihat kondisi seperti ini, Dewan Keamanan PBB tidak tinggal diam, Duta Perdamaian untuk Myanmar, Gambari pun diutus meski adanya perbaikan yang significant masih dicoba. Berbagai jalan ditempuh demi melunakkan sang Junta, mulai dari kecaman dunia dan masyarakat Myanmar sendiri hingga Dewan Keamanan PBB turun tangan, namun sang junta masih bersikukuh, ini adalah jalan terbaik bagi Myanmar dan masa depannya.
Indonesia sebagai anggota ASEAN juga tak berdiam diri, protes pun menalir meski tak digubris juga. Kondisi ini tak berbeda jauh dengan dunia politik di Indonesia selama kuran lebih satu dasawarsa silam, ketika Soeharto masih tegak di posisinya. Mempertahankan posisi dengan beragam cara ialah halal dalam kotornya dunia politik. Sepenuhnya yang dilakukan junta militer Myanmar dan antek Soeharto tak ada bedanya, menindas siapa pun yang menuntut keadaan demokrasi. Bedanya dengan Indonesia, ketika seluruh rakyat bermufakat meminta Soeharto turun di Gedung MPR/DPR ia pun menurutinya, sedangkan Than Swe masih duduk tenang memimpin negara Seribu Pagoda tersebut.
Hal yang terjadi sampai saat ini tentunya merupakan batu sandungan bagi Than Swe mewujudkan Myanmar seperti yang diinginkannya, demokrasi baginya hanya sebuah kisah dongeng. Tuntutan biksu dan rakyat merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sejarah panjang Myanmar kelak. Mungkinkah damai menjadi jawaban bagi penduduk setempat atau mimpi buruk Than Swe berakhir dalam genggamannya?

Kamis, 18 Oktober 2007

assignment 1

Thursday- Jakarta: When we see around our environment, many children sell a lot of tears in the central way and scream through the world to have mercy on coin. They are victims of kidnapping. If you have a child, you’d never worried after the invention of electronic device anti kidnapping for children by an old man, Prof. Andi Mararangeng, SH,. M. Sc.“It’s very great to minimize the criminality,” said Sutanto, Police President of Republic Indonesia in the welcome speech of Research Night.

nb: sorry telat sir