Kamis, 09 Oktober 2008

Air Tuba Dibalas dengan Susu Strawberry

Sudah dua kali Vita ke rumah Yani untuk meminjam buku Matematika. Dua kali pula hanya nihil yang didapat Vita. Maklum besok ada ulangan harian yang menjadi musuh besar Vita. Vita sendiri tidak mempunyai buku karena sudah kehabisan persediaan dari pihak sekolah.

Rumah Vita dan Yani memang berdekatan. Dalam hal prestasi, Yani memang jauh lebih unggul dari Vita. Yani selalu menempati posisi juara kelas setiap semester. Matematika merupakan pelajaran favorit bagi Yani. Berbeda dengan Vita yang menganggap sebagai mimpi buruk.

Meskipun Yani tergolong anak yang cerdas, ia sering tidak mau berbagi ilmu dengan teman-temannya yang dianggap tidak satu level dengan dirinya. Yani sendiri sebenarnya sudah belajar dan menguasai materi yang akan diujikan besok. Namun ia tetap tidak mau memijamkan buku tersebut kepada Vita.

Meskipun Vita menempati posisi rangking dua setelah Yani, ia merasa bingung karena ia sama sekali belum belajar dari soal-soal yang ada di buku. Ia mendekati neneknya yang sedang sibuk menyulam sweater.

” Nek, kalau besok Vita dapat telur bundar lagi, gimana?”

Nenek tersenyum heran mendengar celoteh Vita,” Ya, kamu belajar dulu!”

“Tapi Vita nggak punya buku. Tadi Vita ke rumah Yani, tapi Yani sedang belajar dan bukunya dipakai,” ujar Vita.

“Kenapa kamu nggak fotokopi saja?” tanya Nenek bijak.

“Vita juga mau begitu, tapi nggak boleh sama Yani. Katanya melanggar undang-undang. Besok kan ulangan matematika, Vita takut nggak bisa, Nek,” rengek Vita.

“Oh…ya sudah! Kalau begitu Nenek yang akan ke rumah Yani.”

“Vita ikut ya, Nek!”

Akhirnya Nenek sendiri ikut turun tangan untuk meminjamkan buku atas permintaan cucu tunggalnya. Nenek menghampiri Tante Lidya, tantenya Yani yang sedang membersihkan beras di teras rumah.

“Permisi, apa Yani ada?” tanya Nenek sopan.

“Wah baru saja Yani pergi dengan mamanya. Katanya mau ke pesta,” jawab Tante Lidya.

“Kira-kira kapan pulangnya ya?” tanya Nenek lagi.

“Mungkin agak malam. Memang ada apa ya?” balas Tante Lidya.

“Besok ada ulangan Tante. Vita nggak punya buku padahal Vita mau fotokopi buku Yani,” jawab Vita sopan.

“Buku ya?” Tante Lidya tampak berpikir.

“Tadi kayaknya Yani bawa buku. Mungkin dia mau membaca di pesta,” analisa Tante Lidya.

“Oh begitu. Ya sudah terimakasih ya,” kata Nenek lembut. Nenek menarik tangan Vita dan mengajaknya pulang.

Wajah Vita tampak bingung sekali. Untuk meminjam buku pada teman yang lain akan lebih sulit, karena rumah mereka jauh dan belum tentu punya buku juga.

“Sudah, Vit! Kamu belajar dari catatan saja,” ujar Nenek berusaha menenangkan Vita.

“Iya, Nek! Tapi Vita takut besok nggak bisa jawab,” jawab Vita cemas.

“Nanti Nenek doakan kok! Vita pasti bisa!” ujar Nenek berusaha meyakinkan.

Vita mengangguk pelan. Dalam hati, Vita sudah tahu kebiasaan Yani. Ini bukan kali pertama Yani melakukan hal yang sama pada Vita. Namun ia tetap sabar menghadapi tingkah laku sahabatnya itu.

Vita terpaksa belajar dengan materi seadanya. Meskipun baru kelas lima SD, Vita takut menghadapi Ujian Nasional yang akan diujikan tahun depan. Ia berusaha mempersiapkan dengan baik terutama pelajaran matematika. Ia tidak ingin membuat Neneknya sedih jika harus mengulang.

Vita terus menunggu kepulangan Yani hingga matanya tak sanggup lagi menahan kantuk. Vita terpaksa tidur sebelum mendapat buku yang ia inginkan.

Esok harinya, Vita bergegas menuju rumah Yani untuk meminjam buku. Melihat keuletan Vita, Yani terpaksa meminjamkannya.

Wajah Vita begitu ceria ketika menerima buku yang dipinjamkan Yani. ”Terimakasih ya!”

Hanya tinggal lima belas menit Vita membaca buku sebelum memulai ulangannya. Apa yang ditakutkan Vita terjadi. Ia benar-benar kurang mengerti soal yang Pak Guru berikan.

Yani dengan mudah menjawab soal demi soal. Ia menyerahkan lembar jawaban di urutan pertama di antara teman-temannya. Sementara Vita mengumpulkan lembar jawabannya menjelang detik-detik terakhir waktu usai.

“Gimana Vit? Kamu bisa?” tanya Yani dengan nada setengah mengejek.

Vita tersenyum tulus, “Untung ada buku kamu! Jadi aku bisa sedikit sih.”

Di dalam hati Yani, ia tersenyum puas. Tampaknya posisi juara kelas akan terus dipegangnya. Kini saingannya tidak akan mengunggulinya, terutama dalam pelajaran Matematika!

TREETTT…TREETTT… Bunyi bel tanda berganti pelajaran terdengar. Kali ini kelas seni rupa. Semua anak kelas lima mempersiapkan kain yang minggu lalu diberitahu Ibu Dina.

Wajah Yani tiba-tiba berubah pucat pasi. Ia lupa membawa kain yang Ibu Dina minta! Ia pun tahu kebiasaan marah sang guru jika muridnya tidak disiplin. Kalau tidak disuruh keluar kelas, ya paling disuruh berdiri di sudut kelas hingga bel pulang terdengar.

Apa kata dunia nanti. Sang juara kelas kena hukum Ibu Dina! Aduh! Yani benar-benar merasa cemas.

Akhirnya, Ibu Dina dating ke ruang kelas. “Hallo anak-anak! Kalian tidak lupa membawa kain yang Ibu minta minggu lalu kan?”

“Tentu tidak, Bu!” jawab Badu keras disambut dengan decak tawa teman-temannya.

“Baiklah. Ibu akan memeriksa satu per satu ya! Kalau ada yang sampai lupa, harap berdiri di pojok kelas!” ancam Ibu Dina.

Satu per satu meja murid diperiksa olehnya. Meja tempat Yani memang agak jauh dari posisi Ibu Dina. Namun sekarang, Ibu Dina semakin mendekat!

“Yani, mana kain punyamu?” tanya Ibu Dina.

“Yani lupa, Bu...” jawab Yani pelan.

Ibu Dina menarik nafas panjang. “Ya sudah, kamu…”

“Tunggu, Bu! Ini kain punya Yani! Tadi dia lupa menaruh di mejaku, Bu,” bela Vita tiba-tiba.

Ibu Dina menggelengkan kepala. “Yan, kamu jangan lupa seperti itu dong!”

Yani mengangguk cepat. Keringat dingin mengalir di dahinya. Ia menerima kain yang diberikan Vita.

Nasibnya terselamatkan berkat Vita. Ia tak habis pikir mengapa Vita mau membantunya seperti ini. Dalam hati kecilnya, Yani menyesal dan malu atas tindakan yang ia lakukan pada Vita kemarin.

Usai jam sekolah, Yani mendekati Vita. “Makasih ya, Vit!”

“Sama-sama. Kamu kan juga udah baik denganku! Lagipula hari ini aku membawa dua kain. Kemarin Nenek salah ukur, jadi ada dua potong deh!” jawab Vita enteng.

“Kalau nggak ada kamu, mungkin aku udah berdiri di pojok kelas, Vit! Maaf ya selama ini aku pelit padamu!” ujar Yani penuh penyesalan.

“Ah nggak kok! Udah anggap saja kamu beruntung hari ini, Yan!”

Yani tersenyum, “Vit, hari ini kita pulang jalan kaki saja ya! Kayaknya Bang Udin lupa jemput kita lagi deh! Sudah jam satu, aku lapar. Tadi pagi aku nggak sarapan.”

Vita segera mengangguk cepat. “Tunggu, kamu lapar, Yan?” Vita membongkar isi tasnya dan memberikan sekotak susu cair rasa strawberry pada Yani.

“Untukku?” tanya Yani seolah tak percaya.

Vita mengangguk cepat. “Iya, minum saja! Tadi aku lupa Nenek menaruh susu di tasku.”

“Tapi…” Yani sedikit ragu.

“Lagipula jarak sekolah ke rumah kan lumayan jauh, nanti kalau kamu pingsan sebelum sampai rumah kan aku yang repot!” ledek Vita dibarengi tawa cerianya.

“Ah kamu bisa saja! Kamu nggak mau?” tanya Yani lagi.

“Tadi pagi aku sudah sarapan jadi pasti kuat sampai rumah!” jawab Vita semangat.

“Hari ini kamu baik sekali padaku. Terimakasih ya, Vit!”

Yani tesrsenyum simpul, dalam hati ia sangat senang punya sahabat seperti Vita. Ya, air tuba yang dilakukan Yani dibalas dengan susu strawberry! Kini, Yani berjanji untuk selalu baik pada semua teman-temannya.

By: Natalia Viena Puspita
(Majalah Bobo edisi 2 Oktober 2008)^^//my simple story for the beginning..

Tidak ada komentar: